“Betapa sedihnya hatiku….Dengan bergegas hati aku juga
meminta alamat orang tuaku yang asli. Tetapi ummiku tak mempunyainya, hanya
mempunyai foto ummiku yang asli, setelah kulihat lagi-lagi Allah Maha Besar,
ternyata ibu warung bakso 88 adalah ummiku….”
Hujan mengguyur bumi, petir menyambar
pepohonan, dan kabut tebal menyelimuti sinar matahari di pagi hari, saat itu
aku sedang duduk dan tanpa sadar aku terbawa ke alam lampau (teringat
kenangan).
Aku seorang anak
yang dibesarkan oleh keluarga elite, keluarga kami hidup berbahagia, nyaman dan
serba punya. Dengan 5 bersaudara rumah terasa ramai, apa lagi aku anak bungsu
yang amat dimanja. Maklumlah, hidup serba ada, tinggal di kota besar Medan
membuat hidupku berfoya-foya.
Waktu remajaku,
kuinjakkan di SMP favorite yang ada di kotaku. Tak ada bedanya dengan para
remaja yang lain, mereka bergaul dengan berlebihan, berpacaran, bolos sekolah
dan merokok, seperti itulah kehidupanku. Di sekolah aku memiliki gank yang
berpersonilkan 6 orang, dan dalam community kami sangat kompak dan solider.
Berpersonilkan 6 orang bukanlah semuanya itu berasal dari kota melainkan 2
orang dari kampung. Kami memiliki kebiasaan berkunjung dan menginap di rumah 6
orang tersebut secara bergilir tiap bulannya. Salah satu dari 2 orang
personilku itu ada yang sangat kusenangi ketika menginap di rumahnya. Namanya
Apriadi, yang berasal dari kampung. Aku juga memiliki kebiasaan yang tidak
dimiliki seperti personilku yang lain ketika menginap di rumah Apriadi, yaitu
makan bakso di warung 88. Jujur aku sangat senang sekali makan di situ, karna
ibu itu sangat baik dan setiap saya makan di situ selalu ngobrol dengannya. Dan
itulah kebiasaanku sekaligus warung terfavoritku.
Berjalannya
waktu dengan cepat bagaikan ombak besar yang terbawa ke tepi pantai, tidak
terasa aku sudah duduk di kelas 3 SMP. Karna prestasi serta peringkat yang
kuraih cukup sempurna membuatku egois, sombong, dll. Di waktu iniah
puncak-puncaknya diriku membuat kesalahan dan membuat kekecewaan keluarga.
Suatu
hari yang paling mengecewakan keluargaku, yaitu saat pihak sekolah mengeluarkan
sepucuk surat yang berisi tentang pelanggaran yang kulakukan, seperti bolos
sekolah, merokok, dan berkelahi. Mendengar berita ini kedua orang tuaku
langsung lemas dan tak berdaya khususnya ummiku. Tak berselang lama, sehabis
membaca surat itu, 2 jam kemudian datang seorang gadis yang menceritakan pada
ummiku tentang perilaku burukku terhadapnya, ummiku malu tak karuan terhadapnya
yang sangat aneh kurasakan, tak ada angin, hujan maupun badai, tetapi
tetanggaku mengetahui kabar tersebut, dan sengaja bercerita pada tetangga lain
ketika ummiku berada di sekitar itu, dan ini belum seberapa.
Ketika kuhendak
berangkat sekolah, tetanggaku juga menanyakan kepadaku, ”Fairuz, kamu kok baik
banget sich jadi orang ???” Ujarnya dengan menghina. ”Dasar kamu aib keluarga,
maklumlah kamu kan anak angkat” Katanya. Mendengar ucapan itu, kurasakan hatiku
seperti tersayat pisau yang ditetesi air jeruk nipis. Kemudian aku berhenti sejenak
dan melangkahkan kaki untuk tidak sekolah dan pulang, segera menuju ke kamar.
Di kamar aku
memikirkan terus perkataan tetanggaku yang kedua. Air mata tak dapat kutahan
dan terpaksa membasahi pipiku... dan sampai aku tertidur.
Ketika
aku tertidur, aku bermimpi bertemu dengan ibu yang menjual bakso 88, dan
kurasakan sangat bahagia ketika ia memelukku dan mencium keningku, tapi aku
bahagia di dalam duka, karna ia mengatakan harus pergi dariku, dan dalam mimpi
aku menangis lagi.
Aku
terbangun dan langsung menghadap kedua orang tuaku dan menanyakan hal tersebut.
Dan tak pernah kusangka ternyata ummiku menjawab seperti perkataan tetanggaku. Allahu Akbar... betapa
sedihnya hatiku, dengan bergegas hati aku juga meminta alamat orang tuaku yang
asli, tetapi ummiku tak mempunyainya, hanya mempunyai foto ummiku yang asli,
setelah kulihat lagi-lagi Allah Maha Besar, ternyata ibu warung bakso 88 adalah
ummiku, dan aku menangis terisak-isak. Dengan izin kedua orang tuaku, aku
mengatakan akan menemui orang tuaku yang asli.
Sesampai
tujuan aku menanyakan keberadaan ummiku yang asli, tetapi para pembantunya
mengatakan ummiku berada di rumah sakit, terserang penyakit tumor ganas. Tak
perlu pikir panjang aku langsung menuju rumah sakit. Tepat di hadapan ummiku
yang sedang terbaring tanpa sadar, aku menangis sekuat-kuatku dengan
menciuminya dan mengatakan, “Ummi, maafkan aku.” Dengan nada yang keras.
Perlahan tapi pasti, matanya terbuka dan memandang wajahku. Bukan kepayang
senangnya hatiku. Dan ia berkata, “Anakku sekarang engkau telah tumbuh menjadi
dewasa. Dan maafkan ibu, karena tidak memberitahumu bahwa aku adalah ibu
kandungmu. Maafkan ibu, boleh ibu peluk kamu dan mencium kamu? Peluk ibu nak,
dekatlah nak...” Aku pu memenuhi permintaannya dan merasa bahagia. Tapi, untung
tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, karena ketika aku mendekapnya dan ia
menciumku. Ternyata Malaikat Izrail membawa nyawa ibu kandungku dengan
seketika, kurasakan jiwaku pun hampir ikut dengannya. Dan ternyata pertemuanku
dengannya saat itu, sekaligus menutup sebagai pertemuan untuk terakhir kalinya.
Saudara, ketahuilah bahwa cinta kedua orang tua takkan pernah kita dapat dan rasakan, dibandingkan cinta orang lain terhadap kita. Saudaraku, cintailah dan penuhilah kewajiban kita sebagai seorang anak, serta bahagiakanlah hati kedua orang tua kita dengan perilaku baik kita, selagi kita masih dapat melihatnya dan merasakan cintanya terhadap kita... Lakukan sebelum terlambat. (Fairuz ad-Daelami_Cordova)
0 komentar:
Post a Comment