Akan sangat
menghambur-hamburkan waktu saja jika hidup yang kita jalani di dunia ini tidak
memiliki arah dan tujuan yang jelas dan tidak mau memahami untuk apa kita dilahirkan.
Oleh karena itu sahabatku…sudah selayaknya bagi kita agar mencoba bermuhasabah diri
yang diikuti dengan usaha menyusun langkah, apa yang seharusnya kita ketahui
dan kita cari di dunia ini. Para ulama telah
memberikan kesimpulan bahwa ada 4 perkara yang wajib diketahui oleh kita sebagai
seorang muslim ketika mengarungi samudera kehidupan, keempat perkara itu
adalah:
- AL-ILMU
Sebagai seorang muslim, kita
semua wajib menuntut ilmu. Sahabat ingat ’kan peristiwa yang terjadi antara
Rosululloh dan Malaikat Jibril di Gua Hira? Ketika Malaikat Jibril diperintah
untuk menyampaikan wahyu dari Allah kepada Rosululloh, ayat apakah yang
disampaikan kala itu? Ternyata, ayat yang pertama kali Alloh turunkan kepada Rosulullah
adalah perintah ‘membaca’ (iqra’). Dan setiap kita tentu menyadari bahwa
tidak ada tujuan lain dari “membaca’ kecuali untuk mengetahui sesuatu yang
sebelumnya kita tidak tahu.
Ilmu, telah menjadi perbincangan dari waktu ke
waktu, bahkan ilmu telah menjadi simbol kemajuan dan kejayaan suatu bangsa.
Hampir tak ada suatu bangsa dinilai maju kecuali di sana ada ketinggian ilmu.
Hingga hampir menjadi kesepakatan setiap jawara bangsa, bila ingin maju harus
berkiblat kepada negeri yang tinggi ilmunya. Jadilah bangku-bangku sekolah
didoktrin dengan kurikulum negara maju. Akan tetapi sahabat, sayang 1000X
sayang, sikap ambisi meraup dan mengimport ilmu ini berlaku hanya pada masalah
duniawi. Tengoklah kurikulum-kurikulum yang diajarkan dibangku sekolah; mulai
dari SD sampai PT (Perguruan Tinggi), dimana-mana hanya menjadikan ilmu duniawi
di atas segala-galanya.
Sebagai seorang Muslim
yang baik, hendaklah kita mendahulukan mana yang paling penting di antara yang
penting, mengingat waktu hidup di dunia yang Allah sediakan untuk kita
sangatlah terbatas. Demikian pula ketika menuntut ilmu, sudah selayaknya kita
harus pandai memilah dan memilih mana ilmu yang harus kita prioritaskan dimana
kita harus bersusah-payah dalam mencarinya. Dan, ilmu yang wajib kita prioritaskan
di samping ilmu-ilmu lainnya itu ada 3. Apa saja itu? Ilmu yang dimaksud adalah
ma’rifatulah (ilmu mengenal Alloh), ma’rifatunnabi (mengenal
Nabi) dan ma’rifatuddinul Islam (mengenal dinul Islam).
Ilmu inilah yang wajib kita pelajari secara serius dan mendalam. Sebab,
begitu banyak orang-orang yang sudah lama terjun di dalam dunia pendidikan dan
meraih ’rentetan’ gelar tapi tidak mengerti akan agamanya sendiri.
Sebagai suatu contoh, ketika ditanya dimana Alloh kepada orang-orang Islam
zaman sekarang, maka sahabat akan menemukan beberapa jawaban yang beragam. Ada
yang menjawab Alloh itu bersatu dengan makhluknya (istilah jawanya:manuggaling
kawulo gusti), Allah ada di hati, ada juga yang menjawab Alloh itu tidak di
atas tidak di bawah, sampai istilah yang agak nge-tren Alloh itu ada
dimana-mana. Lha masalah aqidah tauhid kok beda? Waduh... Padahal jika
kita kembalikan persoalan itu ke dalam Islam, maka akan kita temukan jawabannya
bahwa Alloh itu ada di atas ’Arsy (bisa dilihat pada surat: QS. As Sajadah:4, QS.
Thaha: 5, QS. Al Hadid:4, dan masih banyak lagi) yang
’Arsy tersebut berada di atas langit. Demikian pula
ilmu mengenal Nabi dan mengenal Islam semua itu wajib kita ketahui sebelum
mengetahui ilmu-ilmu yang lain meskipun ilmu-ilmu tersebut bermanfaat.
Jangan sampai ada orang yang mengaku Islam, sama-sama memakai sarung dan sorban,
rajin ke masjid, tapi aqidahnya malah berantakan; seperti orang-orang liberalis
yang meyakini semua agama adalah sama, atau Ahmadiyah mengakui adanya Nabi baru
selain Nabi Muhammad sholallohu ’alaihi wasallam, atau ada yang suka
pergi ke kuburan, bukan dalam rangka mengingat akan kematian, tetapi malah
dijadikan sebagai tempat ngalap berkah dan meminta kepada
penghuni kubur agar terkabulnya segala hajat dan kebutuhan. Jika ini yang terjadi maka hancur-leburlah amal kebaikannya dan Islam
berlepas diri darinya. Bahaya
bukan???
Yang jelas, kunci agar kita selamat dunia dan akhirat kudu berilmu terlebih
dahulu, dan sumber ilmu itu bukan ”kata bapak saya, kata kakek saya”
atau ”kata orang banyak” apalagi ”menurut saya”, tapi sumber ilmu
itu cuma dua, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah! Inilah sumber ilmu
yang kudu kita gali karena hanya dengan kedua sumber inilah yang dapat
memberikan petunjuk keselamatan kepada seluruh umat manusia.
- MENGAMALKANNYA
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diikuti dengan amal. Ketika diamalkan
dengan benar, ilmu akan meninggalkan pengaruh bagi orang yang mengamalkannya,
melahirkan cahaya pada wajah, menghadirkan khasyah (rasa takut) kepada Alloh,
dan menampakkan kejujuran kepada-Nya, orang lain dan diri sendiri.
Di dalam Islam, ketika seseorang ingin memeluk agama Islam ternyata tidaklah
cukup hanya meyakini dalam hatinya saja (Misalnya: ’saya yakin kok Alloh itu
Esa’, ’Dari dulu saya mah sudah tau Muhammad itu Nabi yang terakhir’,
’ saya setuju Islam itu agama yang benar)...Akan tetapi Yang harus kita
lakukan adalah mengamalkan ajaran-ajarannya. Kita harus beribadah kepada Alloh
dengan penuh ketaatan dan keikhlasan dan melaksanakan perintahnya. Hal
ini sebagaimana yang Alloh ta’ala firmankan:
”Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan taatilah Rosul (Nya)....”(QS. An Nisaa’: 59)
Sebab, bisa saja ia mengetahui begitu banyak hal tentang agama, tapi jika hanya
sebatas ilmu saja, tanpa praktek, tidak pernah shalat, tidak juga zakat, apalagi
puasa, atau berbagai amalan ibadah yang diwajibkan kepadanya ia tinggalkan, maka
dihadapan Alloh ia tidaklah termasuk sebagai seorang muslim. Jadi, tidaklah
cukup untuk mendapatkan predikat ’muslim’ jika hanya sebatas meyakininya saja.
Jika kita membaca apa yang diberitakan di dalam al-Qur’an, maka akan kita
dapati bahwa orang-orang musyrik yang menyekutukan Allohpun meyakini bahwa Alloh
yang menciptakan dan memberikan rizki kepada mereka (bisa sahabat lihat pada
Qur’an surat Yunus ayat 31 dan Zukhruf ayat 87), akan tetapi itu
semua tidaklah menjadikan mereka sebagai seorang muslim. Hal ini dikarenakan
mereka menjadikan berhala-berhala sebagai wasilah (tawasul) untuk mendekatkan
diri kepada Allah. Bukankah iblispun percaya dan yakin bahwa Allohlah Rabbnya
dan yang menciptakannya? Tapi tetap saja, karena iblis adalah makhluk Alloh
yang sombong dan tidak mau tunduk kepada perintah Alloh, maka Alloh
mentakdirkannya menjadi penghuni neraka jahannam selama-lamanya.
- MENDAKWAHKANNYA
Selain itu, seseorang yang
telah memiliki ilmu harus senantiasa menyebarkan ilmu yang ia miliki dan ia
pahami. Ini adalah suatu kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan, karena ilmu
yang ia dapatkan tidak hanya untuk dirinya, tetapi bagi manusia. Karenanya,
tidaklah layak bila seseorang penuntut ilmu bakhil (pelit) terhadap ilmunya.
Mendakwahkan ajaran Islam
adalah suatu tuntutan yang diwajibkan oleh Alloh kepada kita, sebagaimana yang
tercantum di dalam ayat al-Qur’an,
”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl:125)
Berdasarkan ayat di atas, maka kita sebagai seorang muslim wajib berdakwah
kepada manusia tentang ajaran Islam, baik itu orang muslim atau kafir. Maka
jangan sampai deh ada yang menganggap bahwa dakwah itu hanya tugas para ulama
saja atau yang disebut ’ustadz’ atawa ’kiyai’ saja, karena yang namanya
berdakwah itu adalah tugas kita sebagai umat yang beragama Islam. Namun yang perlu
digaris bawahi, ketika seseorang berdakwah, ia tidak melebihi apa yang ia
sampaikan kecuali sebatas atas apa yang ia ketahui. Ia hanya menyampaikan
sesuatu yang telah jelas kebenarannya. Jika ia meyakini itu benar (berdasarkan
al-Qur’an dan as-Sunnah), maka sampaikanlah meskipun sedikit, karena Nabi kita
bersabda: ”Ballighu ’anni walau ayatan...sampaikanlah dariku meskipun
satu ayat...”
Siapa saja di antara kita yang berusaha mengamalkan ajaran Islam, menyelamatkan
saudara-saudara kita dengan mengajak mereka kepada agama Alloh dan menyebarkan
kebaikan, maka ia akan mendapatkan ganjaran yang besar. Rosulullah sholallohu
’alaihi wasallam bersabda,
”Barangsiapa mengajak kepada petunjuk, maka ia memperoleh pahala seperti
pahala orang-orang yang mengkutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.
Dan barangsiapa mengajak kepada kesesatan, maka ia mendapatkan dosa seperti
dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)
Maka, jangan malu-malu untuk berdakwah, sebarkanlah nilai-nilai kebaikan
kepada mereka yang membutuhkan ’juru penerang’, karena hal tersebut akan
memberikan banyak maslahat bagi kehidupan kita dan juga mereka di dunia dan
akhirat.
- SABAR TERHADAP COBAAN YANG MENIMPA
Sudah menjadi sunnatullah,
ketika seseorang berdakwah akan menemui berbagai ujian dan cobaan yang
menimpanya. Jika hal tersebut terjadi pada kita, maka yang harus kita yakini
adalah hal tersebut merupakan ujian yang datangnya dari Alloh untuk mengetahui
siapa di antara hamba-hambanya yang benar imannya. Maka dengan kesabaranlah
untuk menjalani ujian itu. Allah ta’ala berfirman,
”Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:
"Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan
Sesungguhnya Kami Telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka
Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya dia
mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut
: 2-3)
Sungguh, tiadalah manusia
yang lebih berat ujiannya selain para Nabi. Di antara mereka ada yang diuji
dengan hinaan, celaan, pemboikotan bahkan pembunuhan. Lihatlah, baginda Nabi Muhammad
sholalohu ’laihi wasallam saat berdakwah di Mekkah juga menemui berbagai
bentuk tekanan dan penindasan, diganggu oleh kaum Quraisy baik dengan perkatan
maupun perbuatan. Namun semua itu beliau lalui dengan penuh kesabaran. Lalu
bagaimana mungkin seseorang bisa dikatakan benar keimanannya jika ia tidak mau
menerima ujian yang Alloh timpakan kepadanya? Padahal ujian itulah yang akan menjadi penentu kualitas keimanan seseorang.
Karena itu, seorang da’i
wajib bersabar dan mengharap pahala di sisi Alloh ketika Alloh memberikan ujian
kepadanya. Sabar itu bukan pasrah, akan tetapi yang dimaksud dengan sabar
adalah menjalankan perintah Alloh dan istiqamah di atasnya. Sabar itu mencakup
tiga hal, yakni:
- Sabar dalam mentaati Alloh
- Sabar dalam meninggalkan hal-hal yang diharamkan oleh Alloh
- Sabar menjalani takdir yang ditimpakan oleh Alloh.
Hendaklah kita berdoa
kepada Alloh agar senantiasa dimudahkan untuk menuntut ilmu diin, dimudahkan
untuk mengamalkannya, diberanikan untuk menyampaikannya, serta diistiqomahkan
di atas jalan-Nya dengan penuh ketaatan, ketegaran dan kesabaran sampai Alloh
mentakdirkan diri kita sebagai seseorang yang lulus atas ujian yang Alloh beri.
Amin....(Ridwan)
0 komentar:
Post a Comment