Monday, 24 March 2014

Empat Perkara Yang Wajib Diketahui Seorang Muslim



Akan sangat menghambur-hamburkan waktu saja jika hidup yang kita jalani di dunia ini tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas dan tidak mau memahami untuk apa kita dilahirkan. Oleh karena itu sahabatku…sudah selayaknya bagi kita agar mencoba bermuhasabah diri yang diikuti dengan usaha menyusun langkah, apa yang seharusnya kita ketahui dan kita cari di dunia ini. Para ulama telah memberikan kesimpulan bahwa ada 4 perkara yang wajib diketahui oleh kita sebagai seorang muslim ketika mengarungi samudera kehidupan, keempat perkara itu adalah:


  1. AL-ILMU

            Sebagai seorang muslim, kita semua wajib menuntut ilmu. Sahabat ingat ’kan peristiwa yang terjadi antara Rosululloh dan Malaikat Jibril di Gua Hira? Ketika Malaikat Jibril diperintah untuk menyampaikan wahyu dari Allah kepada Rosululloh, ayat apakah yang disampaikan kala itu? Ternyata, ayat yang pertama kali Alloh turunkan kepada Rosulullah adalah perintah ‘membaca’ (iqra’). Dan setiap kita tentu menyadari bahwa tidak ada tujuan lain dari “membaca’ kecuali untuk mengetahui sesuatu yang sebelumnya kita tidak tahu.

Ilmu, telah menjadi perbincangan dari waktu ke waktu, bahkan ilmu telah menjadi simbol kemajuan dan kejayaan suatu bangsa. Hampir tak ada suatu bangsa dinilai maju kecuali di sana ada ketinggian ilmu. Hingga hampir menjadi kesepakatan setiap jawara bangsa, bila ingin maju harus berkiblat kepada negeri yang tinggi ilmunya. Jadilah bangku-bangku sekolah didoktrin dengan kurikulum negara maju. Akan tetapi sahabat, sayang 1000X sayang, sikap ambisi meraup dan mengimport ilmu ini berlaku hanya pada masalah duniawi. Tengoklah kurikulum-kurikulum yang diajarkan dibangku sekolah; mulai dari SD sampai PT (Perguruan Tinggi), dimana-mana hanya menjadikan ilmu duniawi di atas segala-galanya.

            Sebagai seorang Muslim yang baik, hendaklah kita mendahulukan mana yang paling penting di antara yang penting, mengingat waktu hidup di dunia yang Allah sediakan untuk kita sangatlah terbatas. Demikian pula ketika menuntut ilmu, sudah selayaknya kita harus pandai memilah dan memilih mana ilmu yang harus kita prioritaskan dimana kita harus bersusah-payah dalam mencarinya. Dan, ilmu yang wajib kita prioritaskan di samping ilmu-ilmu lainnya itu ada 3. Apa saja itu? Ilmu yang dimaksud adalah ma’rifatulah (ilmu mengenal Alloh), ma’rifatunnabi (mengenal Nabi) dan ma’rifatuddinul Islam (mengenal dinul Islam). 

Ilmu inilah yang wajib kita pelajari secara serius dan mendalam. Sebab, begitu banyak orang-orang yang sudah lama terjun di dalam dunia pendidikan dan meraih ’rentetan’ gelar tapi tidak mengerti akan agamanya sendiri. Sebagai suatu contoh, ketika ditanya dimana Alloh kepada orang-orang Islam zaman sekarang, maka sahabat akan menemukan beberapa jawaban yang beragam. Ada yang menjawab Alloh itu bersatu dengan makhluknya (istilah jawanya:manuggaling kawulo gusti), Allah ada di hati, ada juga yang menjawab Alloh itu tidak di atas tidak di bawah, sampai istilah yang agak nge-tren Alloh itu ada dimana-mana. Lha masalah aqidah tauhid kok beda? Waduh... Padahal jika kita kembalikan persoalan itu ke dalam Islam, maka akan kita temukan jawabannya bahwa Alloh itu ada di atas ’Arsy (bisa dilihat pada surat: QS. As Sajadah:4, QS. Thaha: 5, QS. Al Hadid:4, dan masih banyak lagi) yang ’Arsy tersebut berada di atas langit. Demikian pula ilmu mengenal Nabi dan mengenal Islam semua itu wajib kita ketahui sebelum mengetahui ilmu-ilmu yang lain meskipun ilmu-ilmu tersebut bermanfaat.

Jangan sampai ada orang yang mengaku Islam, sama-sama memakai sarung dan sorban, rajin ke masjid, tapi aqidahnya malah berantakan; seperti orang-orang liberalis yang meyakini semua agama adalah sama, atau Ahmadiyah mengakui adanya Nabi baru selain Nabi Muhammad sholallohu ’alaihi wasallam, atau ada yang suka pergi ke kuburan, bukan dalam rangka mengingat akan kematian, tetapi malah dijadikan sebagai tempat ngalap berkah dan meminta kepada penghuni kubur agar terkabulnya segala hajat dan kebutuhan. Jika ini yang terjadi maka hancur-leburlah amal kebaikannya dan Islam berlepas diri darinya. Bahaya bukan??? 

Yang jelas, kunci agar kita selamat dunia dan akhirat kudu berilmu terlebih dahulu, dan sumber ilmu itu bukan ”kata bapak saya, kata kakek saya” atau ”kata orang banyak” apalagi ”menurut saya”, tapi sumber ilmu itu cuma dua, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah! Inilah sumber ilmu yang kudu kita gali karena hanya dengan kedua sumber inilah yang dapat memberikan petunjuk keselamatan kepada seluruh umat manusia.

  1. MENGAMALKANNYA

Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diikuti dengan amal. Ketika diamalkan dengan benar, ilmu akan meninggalkan pengaruh bagi orang yang mengamalkannya, melahirkan cahaya pada wajah, menghadirkan khasyah (rasa takut) kepada Alloh, dan menampakkan kejujuran kepada-Nya, orang lain dan diri sendiri.

Di dalam Islam, ketika seseorang ingin memeluk agama Islam ternyata tidaklah cukup hanya meyakini dalam hatinya saja (Misalnya: ’saya yakin kok Alloh itu Esa’, ’Dari dulu saya mah sudah tau Muhammad itu Nabi yang terakhir’, ’ saya setuju Islam itu agama yang benar)...Akan tetapi Yang harus kita lakukan adalah mengamalkan ajaran-ajarannya. Kita harus beribadah kepada Alloh dengan penuh ketaatan dan keikhlasan dan melaksanakan perintahnya. Hal ini sebagaimana yang Alloh ta’ala firmankan:


”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan taatilah Rosul (Nya)....”(QS. An Nisaa’: 59)

Sebab, bisa saja ia mengetahui begitu banyak hal tentang agama, tapi jika hanya sebatas ilmu saja, tanpa praktek, tidak pernah shalat, tidak juga zakat, apalagi puasa, atau berbagai amalan ibadah yang diwajibkan kepadanya ia tinggalkan, maka dihadapan Alloh ia tidaklah termasuk sebagai seorang muslim. Jadi, tidaklah cukup untuk mendapatkan predikat ’muslim’ jika hanya sebatas meyakininya saja.

Jika kita membaca apa yang diberitakan di dalam al-Qur’an, maka akan kita dapati bahwa orang-orang musyrik yang menyekutukan Allohpun meyakini bahwa Alloh yang menciptakan dan memberikan rizki kepada mereka (bisa sahabat lihat pada Qur’an surat Yunus ayat 31 dan Zukhruf ayat 87), akan tetapi itu semua tidaklah menjadikan mereka sebagai seorang muslim. Hal ini dikarenakan mereka menjadikan berhala-berhala sebagai wasilah (tawasul) untuk mendekatkan diri kepada Allah. Bukankah iblispun percaya dan yakin bahwa Allohlah Rabbnya dan yang menciptakannya? Tapi tetap saja, karena iblis adalah makhluk Alloh yang sombong dan tidak mau tunduk kepada perintah Alloh, maka Alloh mentakdirkannya menjadi penghuni neraka jahannam selama-lamanya.
     

  1. MENDAKWAHKANNYA

            Selain itu, seseorang yang telah memiliki ilmu harus senantiasa menyebarkan ilmu yang ia miliki dan ia pahami. Ini adalah suatu kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan, karena ilmu yang ia dapatkan tidak hanya untuk dirinya, tetapi bagi manusia. Karenanya, tidaklah layak bila seseorang penuntut ilmu bakhil (pelit) terhadap ilmunya.
            Mendakwahkan ajaran Islam adalah suatu tuntutan yang diwajibkan oleh Alloh kepada kita, sebagaimana yang tercantum di dalam ayat al-Qur’an,

”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl:125)

Berdasarkan ayat di atas, maka kita sebagai seorang muslim wajib berdakwah kepada manusia tentang ajaran Islam, baik itu orang muslim atau kafir. Maka jangan sampai deh ada yang menganggap bahwa dakwah itu hanya tugas para ulama saja atau yang disebut ’ustadz’ atawa ’kiyai’ saja, karena yang namanya berdakwah itu adalah tugas kita sebagai umat yang beragama Islam. Namun yang perlu digaris bawahi, ketika seseorang berdakwah, ia tidak melebihi apa yang ia sampaikan kecuali sebatas atas apa yang ia ketahui. Ia hanya menyampaikan sesuatu yang telah jelas kebenarannya. Jika ia meyakini itu benar (berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah), maka sampaikanlah meskipun sedikit, karena Nabi kita bersabda: ”Ballighu ’anni walau ayatan...sampaikanlah dariku meskipun satu ayat...”

Siapa saja di antara kita yang berusaha mengamalkan ajaran Islam, menyelamatkan saudara-saudara kita dengan mengajak mereka kepada agama Alloh dan menyebarkan kebaikan, maka ia akan mendapatkan ganjaran yang besar. Rosulullah sholallohu ’alaihi wasallam bersabda,
”Barangsiapa mengajak kepada petunjuk, maka ia memperoleh pahala seperti pahala orang-orang yang mengkutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa mengajak kepada kesesatan, maka ia mendapatkan dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)

Maka, jangan malu-malu untuk berdakwah, sebarkanlah nilai-nilai kebaikan kepada mereka yang membutuhkan ’juru penerang’, karena hal tersebut akan memberikan banyak maslahat bagi kehidupan kita dan juga mereka di dunia dan akhirat.

  1. SABAR TERHADAP COBAAN YANG MENIMPA

            Sudah menjadi sunnatullah, ketika seseorang berdakwah akan menemui berbagai ujian dan cobaan yang menimpanya. Jika hal tersebut terjadi pada kita, maka yang harus kita yakini adalah hal tersebut merupakan ujian yang datangnya dari Alloh untuk mengetahui siapa di antara hamba-hambanya yang benar imannya. Maka dengan kesabaranlah untuk menjalani ujian itu. Allah ta’ala berfirman,
”Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya Kami Telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut : 2-3)

            Sungguh, tiadalah manusia yang lebih berat ujiannya selain para Nabi. Di antara mereka ada yang diuji dengan hinaan, celaan, pemboikotan bahkan pembunuhan. Lihatlah, baginda Nabi Muhammad sholalohu ’laihi wasallam saat berdakwah di Mekkah juga menemui berbagai bentuk tekanan dan penindasan, diganggu oleh kaum Quraisy baik dengan perkatan maupun perbuatan. Namun semua itu beliau lalui dengan penuh kesabaran. Lalu bagaimana mungkin seseorang bisa dikatakan benar keimanannya jika ia tidak mau menerima ujian yang Alloh timpakan kepadanya? Padahal ujian itulah yang akan menjadi penentu kualitas keimanan seseorang. 

            Karena itu, seorang da’i wajib bersabar dan mengharap pahala di sisi Alloh ketika Alloh memberikan ujian kepadanya. Sabar itu bukan pasrah, akan tetapi yang dimaksud dengan sabar adalah menjalankan perintah Alloh dan istiqamah di atasnya. Sabar itu mencakup tiga hal, yakni:
  1. Sabar dalam mentaati Alloh
  2. Sabar dalam meninggalkan hal-hal yang diharamkan oleh Alloh
  3. Sabar menjalani takdir yang ditimpakan oleh Alloh.

            Hendaklah kita berdoa kepada Alloh agar senantiasa dimudahkan untuk menuntut ilmu diin, dimudahkan untuk mengamalkannya, diberanikan untuk menyampaikannya, serta diistiqomahkan di atas jalan-Nya dengan penuh ketaatan, ketegaran dan kesabaran sampai Alloh mentakdirkan diri kita sebagai seseorang yang lulus atas ujian yang Alloh beri. Amin....(Ridwan)

0 komentar: