Desah angin meyapa lalunya embun yang bersahaja.Tergores senyum yang mewarnai pagi itu, layaknya sebuah tunas yang memulai hari dengan lafadz “Bismillahirrohmanirrohim.”
Memulai hari-hari dengan tintah
syukur, itulah sosok wanita remaja yang biasa membawa keranjang plastik, mencari
barang bekas sambil menghafalkn nama-nama tempat yang menjadi langganan
tangisannya, tak ada yang pernah menyakitinya, tapi hatinya terasa sakit dengan
sendirinya ketika ia melihat wanita sebaya dengannya pergi ke sekolah dengan
senyum yang lebar. Ia tidak menyimpan sifat iri, melainkan ia mengikat sebuah
do'a mulia.
Perjalanan hidupnya yang hanya
seorang diri, tak pernah melemahkan semangatnya, meski ia sadari bahwa ia harus
memutuskan sekolahnya bersamaan dengan putusnya nyawa kedua orang tuanya, ia
masih memiliki sesuatu yang dapat membahagiakan orang tuanya kelak, "Janji
Allah."
Itulah kalimat perisai yang ia gunakan
untuk melawan keminderan, kalimat itu ia dengar langsung dari
ayahnya,"Pada saat di akhirat nanti, ada kedua orang tua yang terkejut dan
terkagum-kagum dengan pelayanan Allah yang begitu mulia,sehingga kedua orang
tua itu diberikan jubah yang dihadiahkan langsung oleh Allah, karena merasa
heran maka kedua orang tua itu bertanya, "Wahai Allah, mengapa kami
mendapat pelayanan yang mulia seperti ini?" maka dengan lembut Allah
menjawab," karena engkau telah berhasil mendidik anakmu sehingga ia menjaga
Kalam-ku(Alqur'an).
Kisah yang di ambil dari sebuah hadits Rosulullah Sholallohu ‘alaihi wasallam, masih terekam rapi dalam saraf fikirannya. Kenyataan hidup mandiri tanpa campur tangan orang tua telah menumbuhkan pribadi ‘akhwat’ pada dirinya, sehingga Allah menemukan ia dengan seorang wanita muslimah yang sebaya dengannya.
Pertemuan dengan sahabat baru itu, kini
membuat ia banyak tahu mengenai agama, sahabat barunya yang bernama Afifah
Qumairoh, ternyata adalah anak tunggal dari pasangan suami_istri, Rosyid dan
Aisyah. Ia dikenalkan kepada orang tua Afifah dan rasa senang mereka
mengukirkan sejarah lahirnya anak angkat. Keluarga Afifah yang baik dan agamis
membuatnya betah di rumah itu.
Kedua orang tua Afifah memasukkan
mereka berdua ke pondok psantren Darul Qur'an, di sana mereka manghafal
Alqur'an dan mengupas setiap lembaran Ayat Aiqur'an. Setelah dua tahun genap
mengkhatamkan Alqur'an 30 JUS, maka keduanya bersujud seraya menetes air mata
keduanya di hari kamis,11 Desember 2010 dan esok adalah hari terakhir mereka
berada di pondok itu.
Jum'at Fajar 12 Desember 2010,
terdengar adzan yang memecahkan segala kesepian, maka mereka bergegas pergi ke masjid
untuk sholat berjama'ah, keadaan yang tenang menghiasi keharuan sholat terakhir
berjamaah di pondok pesantren itu, ketika imam membaca surat Al-Fajr sampai
pada Ayat ke 27-30,"wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada tuhanmu
dengan hati yang Ridho dan di Ridhoi-Nya, maka masuklah ke dalam golongan
hambaku dan masuklah ke dalam syurgaku." Bersamaan dengan itu
sahabat Afifah terjatuh Sujud di atas sajadahnya hingga sholat selesai, Afifah
mencoba menggerakkan tubuhnya tapi, ternyata sahabatnya telah pergi ke
rahmatullah.
Afifah menangis dan orang yang ada
di sekelilingnyapun ikut menangis, hari terakhir yang berakhir kemuliaan, hanya
orang-orang yang senantiasa melakukan kebaikan yang dapat mendapat penghargaan
itu.
(By..
"Syahid Al hafiz" <syahid.alhafiz….”””@yahoo.com)
0 komentar:
Post a Comment