Waktu mengalir bagaikan air.
Hal yang ghoib tak bisa diraba ataupun diduga, entah apalagi yg akan terjadi
setelah ini. Kuikuti saja langkah para sang khalifah disini. Kujalani apa yang
memang harus kujalani, toh semuanya pasti ada hikmahnya.
Hikmah yang sebelumnya belum
terasa jika selalu disikapi dengan pertanyaan kenapa, kenapa, dan kenapa? Ku
pekerja, yang mengais seuntai harapan banyak demi masa depan, dan penghidupan
di rumah. Tak masalah jika orang bilang “kamu kan mau skripsi, kalau kamu
pindah, kan gaji kamu jadi kecil” hal itu memang sudah kuketahui dan kepastian
yang menjadi rahasia umum, namun ku tak takut, karena ada Allah bersamaku ialah
sang Rozak untuk hamba-Nya yang mau berusaha.
“Allah tidak akan
mengubah nasib seorang hamba, hingga ia yang merubahnya sendiri”.
Ya…
inilah yang kuyakini, walau fitrahnya seorang manusia pastilah ada ke
khawatiran di dalamnya. “tenang bu Allah Maha kaya” ujarku dan terlintas dalam
benakku “itu jika aku berusaha”. Seperti sang penulis Ahmad Fuadi bilang : ‘man
jadda wa jada’, siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapat.
Saat ini yang kuusahakan
pertamakali ialah menata hatiku yang sebenarnya masih galau, seperti terjangan
ombak yang menghampiriku, dan terseret ombak lalu pasrah entah mau dibawa
kemana diriku ini olehnya. Walau begitu, ku berusaha untuk menghadirkan wajahku
dengan tegar dan nrimo. Rasa
kekeluargaan yang dulu dibangun akan hilangkah atau tetap seperti dulu? Entahlah,
namun ku tetap bersyukur, aku tetap dan masih di sana walau hanya ada dibarisan
belakang yang nyaris sama sekali tak tampak.
Perpisahan bukanlah akhir dari
segalanya, tapi sebenarnya berpisahpun tidak, Hanya suasananya saja yang
berbeda. Dulu, aku berada dalam hangatnya keramaian, suka dan duka. Sekarang
tinggallah aku sendiri dalam keheningan siang namun banjir dengan gudang ilmu.
Jika aku mau menyapa, berbicara, dan memaknaii isi pembicaraan lewat tulisan
yang disusun menjadi buku itu.
Hari demi hari ku jalani di keheningan
dengan teman-teman yang menemaniku, dia menempati ruang ini bersamaku walau
jumlah mereka masih dalam pengembangan ku, mereka baru berjumlah lima rak, mereka
adalah buku. Mereka semua menemaniku ketika semua orang meninggalkanku saat
teman-temanku sibuk dengan urusan masing-masing.
Pertanyaan demi pertanyaan
terkadang bermunculan, salah satu temanku dulu menayakan kepadaku “Kok Zahra
sekarang jarang saya liat, Zahra dimana?” dengan jawaban yang sok pasti aku
bicara “sekarangkan saya sudah di perpustakaan pak, sepi si sendirian, tapi
dimanapun saya berada, masing-masing ada kekurangan dan kelebihan.” Dengan nada
yang intinya menghiburku dan agar aku
tidak berkecil hati beliau membalas kata-kataku dengan, “Iya malah bagus itu,
jadi kalau Zahra disana jadi menambah ilmu, misalnya yang tadinya Zahra cuma
ilmunya segini, (beliau menunjukkan bagian seperempat) dan sekarang kalau Zahra
disana dan rajin bacanya ilmu pengetahuannya jadi segini (beliau meneunjukkan
bagian setengah).” Ya aku mengerti maksudnya dengan aku disini ilmuku akan
bertambah, begitu juga dengan wawasan dan pengetahuanku.
Lambat laun, satu minggu lebih
telah kujalani dan akhirnya aku tersadar dalam keheningan lalu. Ku terbangun
dari terjangan ombak dan berdiri untuk tetap tegar, bahkan menghilangkan
kemunafikkan yang dulu sempat hadir dalam diriku. Ya, itulah wajah yang sok
tegar dan nrimo, karena saat ini ku benar-benar menerima ini semua.
Hikmah yang terkandung di dalamnya telah aku raih sekarang.
Hikmah itulah yang sekarang
menggantikan keheningan yang dulu hinggap di benakku. Ya hikmah itu ialah,
kata-kata yang pernah Ibu Ayu (Partnerku di Perpustakaan) mengatakan “Zahra
jalani saja di perpus, ambil hikmahnya Zahra di mutasi kesini. Kalau Zahra di
sini Zahra jadi bisa fokus di skripsi, dulu juga Bu Tari bilang kenapa Zahra
tidak jadi ngajar, soalnya, supaya Zahra fokus di perpustakaan dan bisa sambil
mengerjakan skripsi”. Ya trimakasih bu, hikmahnya sekarang sudah datang
mengetuk pintu hatiku yang dulu terpikirkan sulit untuk ku membukanya, namun
sekarang ku sudah bisa membukanya dan dia menemaniku.
Sekarang aku malah asyik dengan
diriku sendiri. Ku anteng dengan tempat baruku, disini ku menyendiri, ups maksudnya berdua bahkan
beramai-ramai dengan teman-teman baruku yang sangat memberikan wawasan dan
pengetahuannya dengan graatiiiss kepadaku, ya sekali lagi mereka adalah buku.
Aku bahkan sekarang seperti orang kehausan jika aku tidak membaca buku satu
hari saja, kalau aku bisa mengatur waktuku ingin kulahap semua buku-buku yang
ada disini, ya tentunya yang menarik menurutku, ada yang fiksi, tentang agama,
atau bahkan pengetahuan yang lain, apalagi cinta. Hehe…. Maklum, aku kan baru
masuk titik awal kedewasaan bahkan masih dianggap remaja kalau menurut Monks (^_^) (menurut Hurlock
(1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk
(2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun), jadi masa-masa remajaku
masih terasa, apalagi ku sering bergaul dengan para remaja tingkat SMP dan SMK.
Hari-hari disini ku nikmati
begitu saja, walau perasaan asing terkadang menyapaku, ragaku ada disini, namun
fikiranku masih tersangkut disana. Maklumlah ku belum ada sebulan disini, nanti
juga akan terbiasa.
***
Hari demi hari berjalan sesuai
waktu yang telah Allah tentukan, tak terasa hampir sebulan ku jalani disini. salary akhirnya turun, dan memang seperti yang sudah
diduga, gajiku turun drastis. “Zahra gajimu berapa?” Tanya salah satu temanku.
Dengan jawaban yang memang tidak ada masalah dalam diriku ku jawab “sekian
bu…”. Mungkin beliau agak sedikit tidak enak mendengar gajiku sekarang dan
berusaha untuk menghiburku, “sekarang kalau begitu Zahra harus melebarkan sayap
untuk mencari ditempat yang lain juga, jadi tidak disini saja. Jauh banget ya
beda salary nya .”
“Ya bu, saya sudah tau itu, dan
jelaslah bu kan penghitungan transportnya berbeda.” Ujarku dengan jawaban yang
pasti, yakin dan penuh rasa syukur, karena gaji yang kudapat sangat berbanding
jauh dengan apa yang kudapat di perpustakaan, yaitu waktu luang yang dapat kumanfaatkan
untuk menyusun skripsi, ilmu graatiis melalui buku-buku disini, ya, walaupun
pada posisiku yang dulu bisa saja ku berkunjung ke perpustakaan, namun hampir
sulit untuk datang melihat kesibukan untuk persiapan UN dan administrasi-administrasi
kearsipan yang lain dalam menyusun sekolah yang baru berdiri 3 tahun ini, dan
aku bisa lebih dekat dengan siswa/siswi SMP dan SMK, dan banyak lagi hikmah
yang dapat ku ambil.
Trimakasih
ya Allah, Engkau telah memberikan apa yang aku butuhkan, bukan apa yang aku
inginkan (yang sebenarnya ku tidak tau, apakah hal yang ku inginkan itu
sebenarnya terbaik untukku atau tidak?) karena hanya Engkau-lah yang mengetahui
diriku dibandingkan diriku sendiri dan tolong ingatkan ku untuk selalu
bersyukur atas setiap nikmat-Mu Ya Allah.Aamiin.
Pelajaran
yang dapat diambil :
1. Sesuatu
yang terjadi pada diri kita akan terasa jika kita bersyukur.
2. Setiap
masalah pasti ada hikmah yang dapat di ambil.
3. Terus
berhusnudzon terhadap Allah maupun pada orang lain, karena kita tidak akan
pernah tau apa yang ada di dalam hati seseorang.
4. Allah
memberikan yang terbaik untuk kita, tinggal kitanya saja yang harus menyadari
itu semua. (Aulia Fitriyati)
0 komentar:
Post a Comment