Kini, hal
itu tidak mudah lagi mengingat setiap penduduk tentu mempunyai ragam kesibukan
yang tidak sama. Kesibukan yang tinggi pada setiap orang tentu mempunyai
potensi terhadap kealpaan ataupun kelalaian pada masing-masing orang untuk
menunaikan sholat pada waktunya. Dan tentunya, kalau hal ini dapat terjadi dan
kemudian terus-menerus berulang, maka bisa dipikirkan bagaimana jadinya para
pemeluk Islam. Ini adalah satu persoalan yang cukup berat yang perlu segera
dicarikan jalan keluarnya.
Pada masa
itu, memang belum ada cara yang tepat untuk memanggil orang sholat.
Orang-orang
biasanya berkumpul di masjid masing -masing menurut waktu dan kesempatan yang
dimilikinya. Bila sudah banyak terkumpul orang, barulah sholat jama `ah
dimulai.
Atas
timbulnya dinamika pemikiran diatas, maka timbul kebutuhan untuk mencari suatu
cara yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mengingatkan dan memanggil
orang-orang untuk sholat tepat pada waktunya tiba. Ada banyak pemikiran yang diusulkan. Ada sahabat yang
menyarankan bahwa manakala waktu sholat tiba, maka segera dinyalakan api
pada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan mudah melihat ke tempat
itu, atau setidak-tidaknya asapnya bisa dilihat orang walaupun ia berada di tempat
yang jauh. Ada
yang menyarankan untuk membunyikan lonceng. Ada juga yang mengusulkan untuk meniup
tanduk kambing. Pendeknya ada banyak saran yang timbul.
Saran-saran
di atas memang cukup representatif. Tapi banyak sahabat juga yang kurang setuju
bahkan ada yang terang-terangan menolaknya. Alasannya sederhana saja: Itu adalah
cara-cara lama yang biasanya telah dipraktekkan oleh kaum Yahudi. Rupanya
banyak sahabat yang mengkhawatirkan image yang bisa timbul bila cara-cara dari
kaum kafir digunakan. Maka disepakatilah untuk mencari cara-cara lain. Lantas,
ada usul dari Umar Rodhiallohu ‘anhu jikalau ditunjuk seseorang yang
bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk sholat pada setiap masuknya waktu
sholat. Saran ini agaknya bisa diterima oleh semua orang, Rasulullah Sholallohu
‘Alaihi Wasallam juga menyetujuinya. Sekarang yang menjadi persoalan bagaimana
itu bisa dilakukan? Abu Dawud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid r.a
meriwayatkan sbb :
"Ketika
cara memanggil kaum muslimin untuk sholat dimusyawarahkan, suatu malam dalam
tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah
lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud
hendak menjual lonceng itu. Jika memang begitu aku memintanya untuk menjual
kepadaku saja. Orang tersebut malah bertanya," Untuk apa? Aku
menjawabnya,"Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil
kaum muslim untuk menunaikan sholat." Orang itu berkata lagi,"Maukah
kau kuajari cara yang lebih baik ?" Dan aku menjawab " Ya !"
Lalu dia berkata lagi, dan kali ini dengan suara yang amat lantang , "
Allahu Akbar,Allahu Akbar.."
Ketika
esoknya aku bangun, aku menemui Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wasallam dan
menceritakan perihal mimpi itu kepada beliau. Dan beliau berkata,"Itu
mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah di samping Bilal dan ajarilah dia
bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu
dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melakukan hal itu
bersama Bilal."
Rupanya,
mimpi serupa dialami pula oleh Umar Rodhiallohu ‘anhu, ia juga
menceritakannya kepada Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wasallam . Nabi Sholallohu
‘Alaihi Wasallam bersyukur kepada Allah Ta’ala atas semua ini. (Riwayat
: Anas r.a; Abu Dawud; Al Bukhari) (Al-Islam Pusat Informasi dan Komunikasi
Islam Indonesia)
0 komentar:
Post a Comment