Tuesday, 25 March 2014

Menerima Kelebihan Orang Lain Itu Mudah, Tapi Bagaimana Untuk Mernerima Kekurangannya?


        
Ini adalah kisah sahabatku. Tidak, ia adalah saudariku. Alloh telah mempersaudarakan kami di dunia, semoga Alloh juga mempersaudarakan kami di akhirat. Amin…
            Sebaik-baik manusia adalah yang bisa mengambil pelajaran dari orang lain. Mudah-mudahan kita semua bisa mengambil pelajaran dari kisah ini.
            Saudariku ini, sebut saja namanya ’Aina (bukan nama sebenarnya). Kami dipertemukan Alloh Subhanahu wa ta’ala di bangku kuliah tepatnya tahun 2006, sewaktu acara pengenalan kampus, dari pihak kampus (atau biasa disebut OSPEC, karena kami berada di bidang pendidikan, dari pihak kampus pusat melarang adanya OSPEC, sehingga acara ini lebih kepada pengenalan kampus). Mungkin kami memang berjodoh, karena sewaktu tes SPMB, kami telah bertemu, dan menjadi 1 kelompok. Hanya saja waktu itu kami belum akrab.
            Subhanalloh, selama saya mengenalnya, ’Aina adalah akhwat yang penyabar, murah senyum (sampai-samai banyak teman yang mengatakan ia mirip dengan Teh Ninih, istrinya Aa Gym, ya...mungkin memang agak mirip).
Di bangku kuliah, ternyata kami satu kelas. Ukhuwwah yang terjalin di antara kami sangat kuat. Karena sering jalan bareng, ada salah satu dosen yang mengatakan kalau kami ini kembar (tapi sepertinya biasa saja, kami tidak terlalu mirip).
            Alhamdulillah....saya sangat bersyukur karena Alloh telah mempertemukanku dengannya. Hatinya begitu bersih dan tulus. Bukan saya memujinya secara berlebih-lebihan, ini hanya pendapat saya. Hanya Alloh yang mengetahui di antara hambanya yang paling beriman dan bertakwa. Saya katakan demikian, karena awalnya kami memiliki perbedaan fikroh. Banyak pertentangan di antara kami, namun ukhuwah yang terjalin ini karena Alloh. Sehingga, meski terjadi banyak perbedaan kami saling menghargai dan saling menghormati satu sama lain. Hingga suatu ketika, ’Aina menemukan sebuah buku biru kecil yang telah usang lalu ia membaca buku itu yang berjudul ”50 Kebobrokan Demokrasi”, Alhamdulillah ia sadar apa yang telah ia lakukan selama ini.
            Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Alloh, maka tak ada seorang pun yang mampu menyesatkannya. Dan barangsiapa yang disesatkan oleh Alloh, maka tak ada seorangpun yang akan mampu memberinya petunjuk.”
            Apakah berlebihan, bila saya mengatakan hatinya begitu bersih dan tulus? Karena hanya yang bersih hatinya, hidayah Alloh mau masuk ke dalam hatinya.
            Dua tahun telah berlalu, karena kami mengambil program D2. kami berpisah, karena jarak tempat tinggal kami yang agak jauh. Namun, jarak yang jauh tidak menghalangi kami untuk bertemu. Kami rutin mengikuti kegiatan mengaji setiap minggunya. Bersama kami menuntut ilmu kami saling mengajak kebaikan, dan saling mengingatkan saat lalai. Suatu hari, tepatnya tanggal 22 April 2010, saya mendapat kabar, Aina opname di rumah sakit.
            Alloh u Akbar…Seperti mendengar petir di siang hari, tanpa pikir panjang, saya bersama teman menjenguknya. Baru kali ini Aina masuk rumah sakit, ku tahu ini bukan hal yang sepele, ku tanya apa penyakit yang di derita Aina hingga ia harus opname di rumah sakit. Ternyata, beberapa hari terakhir, ia muntah darah. Awalnya batuk biasa, tapi lama-lama ia batuk darah. Kata dokter, ada masalah dengan paru-parunya, dan ia harus minum obat selama 6 bulan. Ya Alloh… Ya Rabb Ya Rahman Ya Rahim…Berikanlah yang terbaik untuknya.
            Di setiap masalah yang ada, pasti tersimpan hikmah yang begitu besar. Hadapi ujian dengan ikhlas dan sabar, InsyaAlloh ketetapan pahala bagi kita. Satu hal yang teringat di dalam hatiku. Satu keinginan  besar Aina adalah menyempurnakan separuh dien Subhanalloh…
            Saya tahu ia berusaha keras untuk mendapatkan SIM (Surat Izin Menikah) dari Ibunya, sedangkan Ayahnya sudah meninggal sejak masih SD. Setelah SIM dari ibunya ia dapatkan, Alloh berkehendak memberinya berupa sakit. Ya Ukhti, .. bersabarlah.. Insya Alloh, Alloh akan menggugurkan Dosa-dosamu.
            Selama 6 bulan ke depan, ia berjuang melawan penyakitnya untuk satu keinginan besar, menyudahi segala fitnah yang ada, yaitu dengan menikah, namun dengan kondisinya yang seperti ini ada seorang ikhwan yang mau menerima dirinya apa adanya, dengan segala kekurangannya. Karena menerima kelebihan orang lain sangat mudah bila dibandingkan dengan menerima kekurangan orang lain..
Salah satu pelajaran dari kisah ini bagiku juga para pembaca adalah bagaimana dengan kita? Apakah kita sengaja menunda untuk menyempurnakan separuh dien? Maut adalah hal yang ghaib. Bisa jadi kita yang sehat, meninggal lebih dulu. Lalu apakah kita akan meninggal dalam keadaan bermaksiat kepada Alloh? Na’udzubillahi mindzalik..
Bagi yang belum mampu untuk menikah, berpuasalah. Jagalah kehormatanmu dan kehoratan saudaramu. Insya Alloh, di belahan bumi Alloh yang lain, calon suami/istrimu juga menjaga kehormatannya dan kehormatan saudaranya.
            Pelajaran kedua, syukurilah setiap tarikan nafas kita, karena masih diberikan gratis oleh Alloh subhanahu wa ta’ala. Karena kebanyakan manusia itu tidak bersyukur.
            Pelajaran ketiga, sering-seringlah mengingat mau, manusia itu memiliki panjang angan-angan. Padahal, maut selalu mendahului angan-angan.

0 komentar: