Hati yang senantiasa haus…
hati yang senantiasa merindukan
persatuan…
hati yang selalu memautkan
dirinya pada aturan Allah dan Rasul-Nya…
Demikianlah seharusnya hati seorang penuntut ilmu
Sudah
menjadi kewajiban bagi seorang penuntut ilmu ketika ingin mendapatkan ilmu yang
bermanfaat secara otomatis ia pun harus membersihkan hatinya terlebih dahulu. Di
antaranya yakni meluruskan niat bahwa ia menuntut ilmu semata-mata bukan karena
ingin dikenal oleh banyak orang, supaya dikatakan ulama atau orang pandai, agar
dapat memenangkan sebuah perdebatan dan segudang tujuan lain. Namun ia
melakukan itu semua agar lebih dapat mendekatkan diri kepada Sang Khalik.
Sebab
masih banyak kita jumpai di hati para penuntut ilmu yang tumbuh benih-benih
penyakit yang seharusnya segera diobati. Contohnya saja, masih banyak kita
temukan seorang penuntut ilmu yang suka menjelek-jelekkan kelompok lain yang
tidak sepaham dengannya apapun masalahnya, bahkan tidak segan lagi berani
mengkafirkannya karena tidak satu kelompok dengan jamaahnya, membuat perpecahan
dengan berkelompok-kelompok sehingga umat merasa bingung karena tidak tahu
ulama dan kelompok mana yang harus ia tiru dan ikuti. Sekelompok yang lain juga
tertimpa “ghurur”, mereka mencari kesenangan dunia, kemuliaan, kemudahan,
kecukupan dengan menggunakan penampilan kealiman atau keshalihannya tersebut.
Bila muncul pada mereka percikan riya’, diapun mengatakan dalam dirinya: “Saya
hanya bermaksud menampakkan ilmu dan amal agar orang mengikuti saya, agar orang
mendapatkan hidayah melalui apa yang saya sampaikan dan tampilkan ini.”
Padahal
jika tujuan mereka benar-benar untuk memberi jalan hidayah untuk manusia, tentu
dia akan merasa senang ketika manusia mendapat hidayah melalui selain tangannya.
Sebagaimana senangnya ketika manusia mendapat hidayah melalui tangannya. Ini
karena siapa saja yang tujuan dakwahnya adalah memperbaiki tatanan kehidupan manusia,
maka dia akan merasa senang ketika manusia menjadi baik melalui tangan siapapun
juga.
Sebab
masih ada sekelompok lain, mereka menekuni ilmu, membersihkan amal anggota
badan mereka, serta menghiasinya dengan ketaatan, dan mengawasi amal hati
mereka agar bersih daripada riya, hasad, dan sombong. Akan tetapi masih tersisa
di sela-sela hatinya, tipu daya syaitan yang tersembunyi dan bahkan tipu daya
jiwanya yang juga tersembunyi. Dia tidak sadar akan kewujudannya. Engkau lihat
mereka berupaya sungguh-sungguh dalam beramal dan memandang bahwa faktor
pendorongnya adalah menegakkan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tapi
pada kenyataannya terkadang pendorongnya adalah mengharap sebutan orang
terhadapnya. Sehingga terkadang muncul sikap merendahkan yang lain melalui
sikapnya menyalah-nyalahkan yang lain, dan merasa dirinya lebih mulia.
Oleh
sebab itu, hendaklah hati penuntut ilmu juga harus bersih dari penyakit hati
seperti riya, hasad, sum’ah, fitnah dll. Engkau dapat melihat ketika seorang
penuntut ilmu itu bersikap tawadhu’, tidak mengangkat dirinya melebihi
kedudukannya yang sebenarnya, tidak berbangga dengan sesuatu yang dia dapatkan,
tidak tertipu dengan pujian dan sanjungan, tidak menginginkan ketenaran, tidak
pula kedudukan di tengah-tengah manusia kerena dia tahu bahwa yang mengangkat
dan merendahkan seseorang hanyalah Allah Subahanahu wa Ta’ala,bukan
seorang manusia.
Seorang
penuntut ilmu, senantiasa berdakwah dan menasehati kaum muslimin, memerintahkan
kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar sesuai dengan kaidah-kaidah
syari’ah dan tatanan masyarakat.
Lihatlah
ketika seorang penuntut ilmu itu sangat bersemangat dalam menyatukan umat,
merekatkan hati-hati mereka pada al Qur’an dan as Sunnah, dan membenci
perpecahan antar Ahlus Sunnah, karena ia mengetahui bahwa perpecahan itu selalu
bersama kebid’ahan dan persatuan selalu menyertai sunnah. Iapun merindukan
kedamaian dan persatuan di kalangan umat Islam.
Seorang
penuntut ilmu, juga memperhatikan maslahat pada setiap perkataan dan
perbuatannya, dia tidak membuka pintu (mencontohkan) keburukan bagi manusia,
tidak membicarakan perkara yang batil, tidak sibuk dengan permasalahan yang
tidak dipahaminya, dia tidak masuk dalam suatu pembicaraan kecuali berdasar
ilmu, sehingga dia tahu penyebab masalah yang ada dan apa solusinya. Seperti
dalam firman Allah :
“Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya”. (QS. Al Isra : 36)
Oleh
sebab itu, mari kita perbanyak menuntut ilmu dengan hati yang bersih dan lurus.
Dan mudah-mudahan ilmu tersebut dapat bermanfaat, yakni untuk diri kita sendiri
dan orang lain. Sehingga senantiasa kita akan terus muhasabah untuk mengetahui
kelemahan diri ini dan berusaha untuk memperbaikinya. (Yudi)
0 komentar:
Post a Comment