Sebagai manusia
memang tidak dapat diingkari bahwa kita membutuhkan orang lain dan akan selalu
berinteraksi dengan orang lain. Sehingga tidak munafik ketika sebagian orang
sampai mengatakan kita tidak akan bisa hidup tanpa bantuan orang lain.
Meskipun demikian,
bukan berarti keberadaan kita harus selalu bergantung kepada orang lain melulu.
Sedikit-sedikit mengeluh, butuh bantuan orang lain. Justru ketika seseorang
menggantungkan dirinya untuk selalu mendapatkan bantuan orang lain maka
secara
perlahan keyakinan dalam jiwanya akan semakin rapuh, melemah dan hancur. Tinggal
puing-puing derita berupa harapan yang kosong. Sehingga dalam hidupnya selalu
ada prinsip ‘kita butuh orang lain’. Ia tidak pernah mau menggali dan mempunyai
pemikiran kembali untuk tidak selalu berharap kepada orang lain.
Dan
juga sudah menjadi sunatullah kehidupan. Banyak orang yang mengatakan kehidupan
ini ibarat roda yang terus berputar. Kadang berada di atas kadang pula berada
di bawah. Begitupun juga dengan manusia kadang berada di atas (jaya, sukses,
sok kuasa) kadang pula berada di bawah (miskin, tertindas). Namun di lain
waktu, kadang ia juga harus mendapatkan apa yang tidak diinginkan sesuai dengan
kehendak hati. Hingga rasanya ingin sekali ia berteriak meminta tolong kepada
orang-orang yang ada di sekitar agar melihat penderitaannya tersebut dan mau
memberikan pertolongan kepadanya. Akan tetapi, karena ia yakin bahwa jiwa seorang
muslim adalah mandiri, maka iapun akan berusaha sekuat tenaga untuk mencari
solusi terbaik terhadap masalah yang sedang dihadapinya, kemudian berdo’a dan
bertawakal kepada Allah ta’ala. Hasilnya pun ia serahkan pada Allah seraya
ia selalu mengingat firman-Nya:
“Maka sesungguhnya di dalam kesulitan itu ada
kemudahan. Sesungguhnya di dalam kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Al
Insyirah : 5-6)
Maka sudah
selayaknya jika kita mengaku sebagai seorang muslim, jiwa kita pun tidak penuh
dan selalu mengharap bantuan orang lain apalagi meminta-minta. Tapi sayang masih
banyak saudara kita yang pekerjaannya selalu menggantungkan hidup pada orang
lain atau minta-minta, tidak mau berusaha mandiri dengan pekerjaan yang lebih
mulia. Bukankah tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah? Bukankah masih
banyak pekerjaan yang halal dan lebih mulia dibandingkan dengan meminta-minta?
Kuncinya hanya satu, yakni keyakinan dalam jiwa untuk terus berusaha mandiri.
Berjiwa mandiri tentu tidaklah sama dengan sombong
dan narsis. Karena berjiwa mandiri berarti ia mempunyai keyakinan yang kuat
(optimis) untuk terus melaju meraih mimpi dan cita-citanya. Dengan kata lain ia
berjiwa PD (bukan peteng ndedet sobat
tapi percaya diri), ia yakin pada kemampuan diri sendiri. Ia memiliki internal locus of control. Ia hanya
mengharap pertolongan Allah, namun ketika seseorang ingin membantunya, ia pun
mempersilahkan, karena hal itu sebagai bentuk ukhuwah Islamiyah dan tolong-menolong
dalam berbuat kebaikan (asalkan sesuai syariat Islam) namun bukan berarti
selalu mengharap bantuan orang lain. Sedang jiwa sombong dan narsis adalah
melakukan sesuatu pekerjaan di luar dari batas kemampuan atau terlalu berlebihan
(over acting). Ia niatkan bukan
mengharap ridho Allah, melainkan ingin mendapat pujian, menganggap orang lain
lebih rendah, bodoh, dll.
Sahabatku, mari mulai menit ini juga kita
optimalkan tubuh seratus persen bersimbah peluh, berkuah keringat dalam
memberikan upaya terbaik hidup ini, otak seratus persen digunakan untuk
mengatur strategi yang paling jitu dan paling mutakhir, dan hati pun seratus persen
bertawakal kepada Allah, maka kita pun akan puas menjalani hidup yang singkat
ini dengan perbuatan yang Insya Allah tinggi dan bermutu. Inilah justru yang
dikehendaki oleh Islam, yang telah dicontohkan oleh Rasulullah, para sahabatnya
yang terhormat, dan orang-orang shaleh sesudahnya. Berjiwa mandiri, tidak
bergantung pada orang lain, sehingga mereka mampu mengukir dalam sejarah
kenangan yang indah dan mengagumkan.
Oleh sebab itu, bangkitlah dan jangan tunda-tunda
lagi untuk menjadi seorang pribadi muslim yang berjiwa mandiri, yang unggul
dalam potensi yang telah dianugerahkan Allah Ta’ala kepada setiap diri
hamba-hamba-Nya. Kitalah sebenarnya yang paling berhak menjadi manusia terbaik,
menjadi manusia yang mandiri, tidak harus bergantung kepada negara Barat.
Kitalah sebenarnya yang mampu menggenggam dunia ini, daripada mereka yang
ingkar, tidak mengakui bahwa segala potensi dan kesuksesan itu adalah anugerah
dan karunia Allah Ta’ala, Dzat Maha Pencipta dan Maha Kuasa atas jagat
raya alam semesta dan segala isinya ini.
Mari kita terus
memupuk jiwa ini agar dapat menjadi jiwa yang mandiri, yakin pada diri sendiri
dengan kemampuan dan kemauan yang kita miliki tentu kita bisa. Tidak mengharap dan bergantung pada orang lain. Wallahu A’lam Bish
Showab.(Yudi).
0 komentar:
Post a Comment