Untuk yang
ketiga kalinya kuterpakan mataku ke papan pengumuman itu, miris hati ku melihat
di sana terpampang jelas bahwa aku tidak di terima di SMA unggulan di daerahku
yang menjadi harapanku dan keluarga. Tak sanggup rasanya kulangkahkan kaki ke
rumah, pulang dengan segudang harapan kosong untuk umi dan abi, hatiku
menjerit, berkelahi dengan jejak langkahku yang berat dan mencampakkan air mata
ketakutan. Nasi sudah menjadi bubur, mungkin itulah pepatah yang tepat. Dan
betapa kerasnya azzamku untuk tidak mau masuk ke sekolah swasta yang ada di
daerahku, aku malu dengan teman-temanku.
*** *** ***
Dulu lisan ini
pernah mengutarakan keinginan untuk memakai khimar(jilbab), tetapi ummi
melarang keinginanku itu,
entahlah sepertinya apa yang kualami di atas seakan
mengantarkan ku menuju niatku. Ketika kegalauan menyapa relung hatiku dan
keluarga, saudaraku meminta agar aku sekolah di kotanya, metro. Lalu aku pun
berangkat beserta ummi dan abi dengan kecepatan roda kereta api dan siup-siup
angin malampun mengantarkan kami ke alam mimpi.
Esoknya
setelah kami sampai di rumah saudara, aku diajak untuk mendaftar sekolah..hemm
entah, aku bahkan tidak tahu sekolah mana dan seperti apa yang akan kujalani.
Pagi itu, setelah aku selesai merelaksasikan tubuhku, terkejut aku melihat ada
rok panjang, baju panjang serta satu buah jilbab di atas permadani biru itu.
Seragam SMA itulah yang harus kupakai. Aku terdaftar menjadi siswi salah satu
SMA MUHAMMADIYAH di Metro. Untuk pertama kalinya aku memakai jilbab.
Subhanallah butuh waktu yang cukup lama bagiku untuk menopangnya dengan
kekokohan iman di atas mahkota ini.
*** **** ***
Mulailah aku
menjalani hari-hariku menjadi siswi SMA yang berjilbab, ketika aku mengikuti
sebuah pelatihan organisasi yang ada di sekolahku, salah satu materinya adalah
tentang jilbab, seorang pemateri yang tampak keanggunannya dengan gamis kuning
muda berbalut jilbab lebar nan putih, dengan senyuman khasnya di setiap bait
bahasanya. Subhanallah, terkagum aku melihat ciptaan Allah yang ada di depan
mata ini.
Sepulangnya, di rumah aku terus
memilah-milah jilbab yang agak lebar untuk kucoba, di depan kaca aku tersenyum
sendiri. Sebuah respon yang membungakan hatiku. Aku sangat pantas dengan yang
seperti ini begitu respon salah satu temanku. Lagi-lagi aku semakin merasa
bahwa Allah menyayangiku, aku di ajak oleh temanku untuk ikut sebuah kajian
islam rutin, saat pulang sekolah. Aku tidak menolaknya, aku pun aktif dalam
kajian itu. Seorang Murabbiah yang excellent (begitulah pandanganku padanya),
nasihatnya mampu melunakkan hatiku, dari situ aku terus memperbaiki kain
pelindung mahkota (aurat) ini.
Alhamdulillah
seiring berjalannya waktu, saat ini ibuku yang dulu melarangku berjilbab sudah
menggunakan jilbab, Insyaallah ini adalah buah dari kesabaran menjalankan
aturan-Nya.amiin
Ucapan
adalah doa itu yang kuyakini dari yang kualami di atas dari ucapan, lalu Allah
berikan jalan hidayah, hingga Allah pertemukan dengan ucapan itu, tinggal tekad
dan keistiqamahan yang tinggilah untuk selalu mensyukuri petunjuk kebenaran
Ilahi.
Semoga
kisah ini bermanfaat bagi kita semua (khusunya para akhwat) diistiqamahkan
dalam jilbab ini serta terus memperbaikinya. Dan bagi yang belum, semoga Allah
senantiasa membukakan pintu hati kita. Amiin…
(Mumtaza Azmy, Ma’had ‘aliy
tarbiyatul Muballighat ‘Aisyiah, Metro).
0 komentar:
Post a Comment